Minggu, 13 April 2014

Narasi Politik dan Problem Ekonomi Rakyat


        Istilah merakyat merupakan slogan yang familiar dikalangan politisi. Dimomen politik banyak yang tiba-tiba merakyat, dan berdiri seolah paham penderitaan rakyat, dan tau solusi cerdas penyelesaian berbagai problematika rakyat.
Fakta politik mengajarkan kita untuk kembali memikirkan keterbandingannya dengan narasi politik yang ada. Sering kali kita jumpai rakyat berdiri seakan tak punya wakil rakyat yang mampu menyalurkan suara-suara tak berdaya dari lapisan masyarakat ekonomi lemah. Parlemen jalanan pun merebah bak jamur di musim hujan, berupaya berdiri memperjuangkan aspirasi masyarakat terhadap sistem dan kebijakan yang dipandang tidak berpihak pada wong cilik.
          Merebahnya golongan putih (golput) di setiap momentum politik dapat menjadi renungan menurunnya kepercayaan sebagian publik terhadap praktek politik yang hanya memberdayakan masyarakat dimomen suksesi. Seperti halnya di sulsel angka golput pada momen pilkada sulse 2013 mencapai 1.984.590 atau sekitar 27,9 persen yang menurut LSI salah satu penyebabnya selain factor administrasi adalah pemilih memandang pilkda tidak ada gunanya untuk perbaikan kehidupan yang lebih baik . Upaya merebut simpatik rakyat secara meluas bukanlah pekerjaan mudah, semudah menyampaikan visi dan misi partai politik dan figur dimomen politik. Semuanya membutuhkan proses yang berkesinambungan dan tidak parsial.
Isu-Isu Strategis
     Ekonomi menjadi isu primadona yang dikemas dalam bentuk program-program peningkatan kesejahteraan, dan kemandirian ekonomi rakyat yang indiakator keberhasilannya terukur. Ide ini bukan kali pertama didengungkan oleh politisi, artinya dimomentum politik sebelummya ide ini menjadi jajanan handal disetiap suksesi. Namun sungguh ironis 5 tahun telah berlalu angka kemiskinan tetap saja tinggi dan menjadi trend topik ketimpangan pembangunan.
           Kemiskinan dan pengangguran merupakan bias dari pembangunan yang tidak merata, dan rendahnya daya serap tenaga kerja di setiap sektor-sektor ekonomi, serta merebahnya wabah korupsi dikalangan politisi dan pemerintahan. Sederet kenyataan ekonomi yang berkorelasi langsung maupun tidak langsung  menimbulkan pertanyaan penting terkait posisi partai politik dalam agenda pembangunan ekonomi.
        Sisi lain dari problem ekonomi masyarakat adalah tradeoff antara kepentingan pemerintah, kapital (investor) dan masyarakat lokal yang kerap kali menjadi korban. Sebagai contoh pemberian hak guna usaha (HGU) Pabrik Gula PTPN XIV Takalar seluas 6.546,22 Ha ditambah hak guna bangunan(HGB) 181,93 Ha, sehingga total luas HGU dan HGB 6.728,15 Ha. Dengan dalih peningkatan PAD sub sektor perkebunan, telah mengakibatkan hilangnya hak kelola rakyat atas lahan yang sebelumnya menjadi sumber utama nafkah warga sekitarnya. Rendahnya penyerapan tenaga kerja disektor perkebunan, menyebabkan tingginya angka pengangguran terbuka diwilayah tersebut, dan telah menjadi salah satu pemicu konflik berkepanjangan antara petani dan pihak PTPN XIV.
          Lain halnya di Kota Makassar. Konflik penguasaan lahan di kawasan Delta Tanjung Makassar, atas dalih rencana pembangunan Center Poin of Indonesia, telah mengakibatkan 43 KK yang telah bermukim diwilayah tersebut selama 37 tahun, harus rela kehilangan tempat tinggal. Ironisnya sebagian besar warga adalah perempuan dan anak-anak yang saat ini hanya tinggal sementara dipelataran Gedung CCC, tanpa ada solusi dan mediasi dari wakil rakyat. Jangankan berpikir untuk peningkatan taraf ekonomi mereka, kepastian tempat tinggal pun menjadi tanda tanya besar bagi mereka.
        Lebih lanjut, dalam Perpres RI Nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan Peraturan  Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17/permen KP/2013 tentang perizinan reklamasi diwilayah pesisir dan pulau pulau kecil, telah menegaskan kepada pemerintah maupun pemegang izin reklamasi, agar pelaksanaan reklamasi tetap mempertimbangkan aspek kesejahteraan warga khususnya yang terkena dampak langsung, dan mempertimbangkan potensi hilangnya mata pencaharian warga, serta ganti rugi dan relokasi yang layak.
Politik dan Ekonomi
Apapun dalihnya, masyarakat tetaplah pionir utama dalam agenda pembangunan. Sederet problematika masyarakat kelas ekonomi lemah tersebut hanyalah sebagian kecil dari sedemikian kompleksnya sisi buram dari potret pembangunan ekonomi masyarakat. Roadmap politik dan ekonomi sering kali menjadi sintesa dalam ide politik namun kontradiksi dalam fakta pembangunan.
Menjelang momentum pileg dan pilpres isu ini kembali booming. Ada banyak analisis terkait upaya peningkatan ekonomi masyarakat, penanggulangan kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran, namun catatan terpenting disemua ide brilian tersebut adalah konsistensi dari komitmen tersebut. Harapan pembangunan ekonomi menjadi lebih baik pasca  momentum politik menjadi harapan semua pihak, dan menjadi salah satu indicator penting keberhasilan pemerintah.


Wardihan Sabar@2014
 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi-UNM