Istilah merakyat
merupakan slogan yang familiar dikalangan politisi. Dimomen politik banyak yang
tiba-tiba merakyat, dan berdiri seolah paham penderitaan rakyat, dan tau solusi
cerdas penyelesaian berbagai problematika rakyat.
Fakta politik
mengajarkan kita untuk kembali memikirkan keterbandingannya dengan narasi
politik yang ada. Sering kali kita jumpai rakyat berdiri seakan tak punya wakil
rakyat yang mampu menyalurkan suara-suara tak berdaya dari lapisan masyarakat
ekonomi lemah. Parlemen jalanan pun merebah bak jamur di musim hujan, berupaya
berdiri memperjuangkan aspirasi masyarakat terhadap sistem dan kebijakan yang
dipandang tidak berpihak pada wong cilik.
Merebahnya golongan putih
(golput) di setiap momentum politik dapat menjadi renungan menurunnya
kepercayaan sebagian publik terhadap praktek politik yang hanya memberdayakan masyarakat
dimomen suksesi. Seperti halnya di sulsel angka golput pada momen pilkada sulse
2013 mencapai 1.984.590 atau sekitar 27,9 persen yang menurut LSI salah satu
penyebabnya selain factor administrasi adalah pemilih memandang pilkda tidak
ada gunanya untuk perbaikan kehidupan yang lebih baik . Upaya merebut simpatik
rakyat secara meluas bukanlah pekerjaan mudah, semudah menyampaikan visi dan
misi partai politik dan figur dimomen politik. Semuanya membutuhkan proses yang
berkesinambungan dan tidak parsial.
Isu-Isu
Strategis
Ekonomi menjadi isu primadona
yang dikemas dalam bentuk program-program peningkatan kesejahteraan, dan
kemandirian ekonomi rakyat yang indiakator keberhasilannya terukur. Ide ini
bukan kali pertama didengungkan oleh politisi, artinya dimomentum politik
sebelummya ide ini menjadi jajanan handal disetiap suksesi. Namun sungguh
ironis 5 tahun telah berlalu angka kemiskinan tetap saja tinggi dan menjadi
trend topik ketimpangan pembangunan.
Kemiskinan dan pengangguran
merupakan bias dari pembangunan yang tidak merata, dan rendahnya daya serap tenaga
kerja di setiap sektor-sektor ekonomi, serta merebahnya wabah korupsi
dikalangan politisi dan pemerintahan. Sederet kenyataan ekonomi yang
berkorelasi langsung maupun tidak langsung menimbulkan pertanyaan penting terkait posisi
partai politik dalam agenda pembangunan ekonomi.
Sisi lain dari problem ekonomi
masyarakat adalah tradeoff antara kepentingan pemerintah, kapital (investor)
dan masyarakat lokal yang kerap kali menjadi korban. Sebagai contoh pemberian
hak guna usaha (HGU) Pabrik Gula PTPN XIV Takalar seluas 6.546,22 Ha ditambah
hak guna bangunan(HGB) 181,93 Ha, sehingga total luas HGU dan HGB 6.728,15 Ha.
Dengan dalih peningkatan PAD sub sektor perkebunan, telah mengakibatkan
hilangnya hak kelola rakyat atas lahan yang sebelumnya menjadi sumber utama
nafkah warga sekitarnya. Rendahnya penyerapan tenaga kerja disektor perkebunan,
menyebabkan tingginya angka pengangguran terbuka diwilayah tersebut, dan telah
menjadi salah satu pemicu konflik berkepanjangan antara petani dan pihak PTPN
XIV.
Lain halnya di Kota Makassar.
Konflik penguasaan lahan di kawasan Delta Tanjung Makassar, atas dalih rencana
pembangunan Center Poin of Indonesia, telah mengakibatkan 43 KK yang telah
bermukim diwilayah tersebut selama 37 tahun, harus rela kehilangan tempat
tinggal. Ironisnya sebagian besar warga adalah perempuan dan anak-anak yang
saat ini hanya tinggal sementara dipelataran Gedung CCC, tanpa ada solusi dan
mediasi dari wakil rakyat. Jangankan berpikir untuk peningkatan taraf ekonomi
mereka, kepastian tempat tinggal pun menjadi tanda tanya besar bagi mereka.
Lebih lanjut, dalam Perpres RI Nomor
122 tahun 2012 tentang reklamasi diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
RI No. 17/permen KP/2013 tentang perizinan reklamasi diwilayah pesisir dan
pulau pulau kecil, telah menegaskan kepada pemerintah maupun pemegang izin
reklamasi, agar pelaksanaan reklamasi tetap mempertimbangkan aspek
kesejahteraan warga khususnya yang terkena dampak langsung, dan
mempertimbangkan potensi hilangnya mata pencaharian warga, serta ganti rugi dan
relokasi yang layak.
Politik
dan Ekonomi
Apapun dalihnya,
masyarakat tetaplah pionir utama dalam agenda pembangunan. Sederet problematika masyarakat kelas ekonomi
lemah tersebut hanyalah sebagian kecil dari sedemikian kompleksnya sisi buram
dari potret pembangunan ekonomi masyarakat. Roadmap politik dan ekonomi sering
kali menjadi sintesa dalam ide politik namun kontradiksi dalam fakta
pembangunan.
Menjelang
momentum pileg dan pilpres isu ini kembali booming. Ada banyak analisis terkait
upaya peningkatan ekonomi masyarakat, penanggulangan kemiskinan, dan penurunan
angka pengangguran, namun catatan terpenting disemua ide brilian tersebut
adalah konsistensi dari komitmen tersebut. Harapan pembangunan ekonomi menjadi
lebih baik pasca momentum politik
menjadi harapan semua pihak, dan menjadi salah satu indicator penting
keberhasilan pemerintah.
Wardihan Sabar@2014
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi-UNM