Senin, 18 Februari 2013

Penerapan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan


Pendidikan merupakan investasi yang meneguhkan harga diri dan martabat seseorang. Pendidikan bahkan akan menjadi benteng yang mampu menahan gerusan budaya dan peradaban suatu bangsa. Sedemikian pentingnya pendidikan tercermin pada visi sejumlah pemimpin dunia yang menjadikan isu ini sebagai pusat perhatian mereka.
            Bagi Indonesia jaminan akses terhadap pendidikan dasar sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Makn Pendidikan Gratis
Jika dikaji secara saksama, program pendidikan gratis sesungguhnya bukan cuma membuka akses yang luas kepada anak tidak mampu untuk dapat mengenyam bangku sekolah tanpa dipungut biaya. Lebih dari itu, program ini secara gradual akan memutus mata rantai kemiskinan, mengembalikan hak-hak anak sekaligus memanusiakan mereka yang selama ini ditindas oleh kuasa modal. (baca :Sekolah Gratis yang Membebaskan)
“Pendidikan Gratis” di sini adalah komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tanpa mengikutsertakan masyarakat (orang tua) dalam hal pembiayaan, khususnya untuk keperluan operasional sekolah. pengertian diatas mengandung , konsekuensi bahwa  kebijakan pendidikan gratis sangat bergantung pada akurasi perhitungan tentang biaya satuan (unit cost) di sekolah. Biaya satuan memberikan gambaran berapa sebenarnya rata-rata biaya (average rill cost) yang diperlukan oleh sekolah untuk melayani satu murid. Besarnya biaya satuan kemudian harus dibandingkan dengan dana BOS (bantuan operasional sekolah) selisihnya di tutupi oleh pemerintah daerah melalui regulasi anggaran yang telah di tetapkan dalam APBD provinsi, kabupaten dan kota. inilah yang kita maksud dengan sebutan dana sharing antara  pemerintah pusat dan daerah
Kebijakan pendidikan gratis jelas tidak membebankan kekurangan biaya tersebut kepada masyarakat (orang tua). Alternatifnya hanya dua, yaitu dipenuhi oleh pemerintah (pemda) atau dibiarkan tanpa satu pihak pun yang menutupnya. Jika pemda yang akan menutup kekurangan biaya di sekolah berarti diperlukan alokasi APBD sesuai dengan jumlah murid. Semakin besar selisih antara BOS dengan biaya satuan dan semakin besar jumlah murid di suatu daerah semakin besar alokasi APBD yang diperlukan. Namun faktanya tidak sedikit sekolah yang berinisiatif untuk menutupi kekurangan anggaran sekolah dengan membebankan kepada siswa dengan bentuk pembiayaan yang berangam.
Ada apa dengan Pedidikan Gratis
Sebuah pertanyaan menarik, pertama“ apakah pendidikan gratis masih layak untuk kita pertahankan atau mengembalikan pada gagasan awal sekolah bersubsidi dan non subsidi”? kedua apakah pendidikan gratis merupakan kewajiban pemerintah ataukah dipandang beban APBN/APBD ? ataukah pendidikan gratis hanya gengsi politisi yang terlanjur berjanji pada momentum kampanye pilkada ?  ,Memasuki tahun ketiga realisasi program pendidikan gratis di Sulawesi Selatan, sejumlah  pihak  masih menyisahkan kesangsian dan tanda tanya akan keberhasilan. di lain pihak pemerintah kota Makassar juga gencar melakukan kritik terhadap realisasi peraturan daerah (perda) nomor 4 tahun 2008 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan.
            Faktanya, dalam merealisasikan komitment pendidikan gratis tidaklah menghabiskan sedikit anggaran dari APBN dan APBD Provinsi, kabupaten/kota yang ada d Sulawesi selatan. Sebelumnya di tahun 2008 telah dibuat Memorandum of understanding (Mou) sebagai bentuk nota kesepahaman antara pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk merealisasikan program ini dengan uji coba di 11 kabupaten/kota  yakni Makassar, Gowa, Takalar, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, Pangkep, Barru, Tana Toraja, Luwu Utara, dan Sinjai.
Anggaran untuk ujicoba pendidikan gratis di 11 daerah tersebut berkisar Rp 644 miliar yang bersumber dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 405 miliar, APBD provinsi Rp 125 miliar, dan sisanya dari pos APBN. Pemerintah juga tidak melarang adanya bantuan pihak ketiga untuk membantu kelancaran pendidikan. Dalam petunjuk teknis (juknis) disebutkan sedikitnya 15 komponen pembiayaan yang masuk dalam alokasi program pendidikan gratis. di tahun kedua 2009, jumlah alokasi dana pendidikan gratis dari APBD provinsi mencapai 193.6 miliyar, (Kep. Gubernur Sul-Sel tahun 2008), jumlah ini meningkat tajam setelah program pendidikan gratis direalisasikan merata di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi selatan, kemudian alolasi terakhir yang dipublikasikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi “bahwa jumlah yang telah kucur ke kabupaten kota untuk penyelenggaraan pendidikan gratis telah mencapai 216 miliyar.
Khusus di kota MakassarRAPBD Pokok 2009 untuk mendanai 400-an sekolah tersebut, makassar dibutuhkan anggaran sekitar Rp70an miliar.  Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai operasional pendidikan dan kegiatan penunjang sekolah. Dana ini lebih besar dari alokasi dana program sekolah gratis tahun 2008 yang hanya Rp3 miliar untuk 31 sekolah yang diprioritaskan bagi keluarga kurang mampu. dana yang diusulkan untuk APBD Pokok 2009 itu merupakan dana "sharing" dengan Pemprov Sulsel yang berkewajiban mengalokasikan 40 persen dana dari total kebutuhan setiap kabupaten/kota. Untuk kota Makassar alokasi dana sharing pendidikan gratis  berdasarkan keputusan gubernur sel-sel berkisar Rp. 23,7 miliyar,-, ini merupakan jumlah alokasi yang tersesar di provinsi Sul-Sel, berdasarkan jumlah sekolah dan jumlah siswa yang ada di kota Makassar. Sehingga kewajiban pemerintah kota makassar untuk mengalokasikan dana program pendidikan gratis dari APBD terbilang paling besar yakni mencapai 58 miliyar.
Berbagai kalangan mengapresiasi yang cukup tinggi terhadap komitmen pendidikan gratis yang tidak hanya sekedar bumbu-bumbu kampanye pilkada, namun mampu menunjukkan fakta yang rill, atas kerjasama Pemrov dan Pemda kabupaten/Kota se-Sul-Sel, meskipun pada persoalan teknis masih bayak yang perlu di benahi. pernyataan bahwa “masyarakat tidak butuh janji namum butuh bukti” mungkin lebih tepat di sandingkan dengan kenyataan di atas. namun mesti diakui di beberapa kalangan politisi, maupun pemerintahan masih memandang kebijakan ini tidak efektif karena tidak sesuai dengan peruntukannya, dan parahnya ada pula yang merasa ini semacam tekanan. kita  bisa saja berasumsi bahwa beban APBD yang semakin membengkak menjadi persolalan pokok (grand problem) yang menyebabkan komitmen pemerintah terhadap pendidikan gratis tergoyahkan, mendahului proses evaluasi terhadap kebijakan yang telah dijalankan dengan komitmen bersama.