Evolusi Makna Pembangunan
Pandangan tradisional beranggapan yang membedakan
antara negara maju dengan Negara Sedang Berkembang (NSB) adalah pendapatan
rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan
masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi
pendapatan yang dihadapi NSB dapat terpecahkan, misalkan melalui apa yang
dikenal dengan “dampak merembes ke bawah” (trickle down effect). Indikator
berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkatnya pendapatan
nasional (GNP) per kapita rill, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan
nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan penduduk.
Kecenderungan di atas terlihat dari pemikiran-pemikiran awal mengenai
pembangunan, seperti teori Harrod Domar, Arthur Lewis, WW Rostow, Hirschman,
Rosenstein Rodan, Nurkse, Leibenstein.
Perkembangan selanjutnya, banyak NSB mulai menyadari
bahwa “pertumbuhan” (growth) tidak identik dengan “pembangunan” (development).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada
tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai, namun dibarengi dengan
masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi
pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural.
Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian
ulang tentang arti pembangunan. Maka, muncul paradigma baru dalam pembangunan
seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs),
pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan
dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan
ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment).
Indikator Pembangunan
Indikator pembangunan diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan pembangunan yang dilakukan berdasarkan ukuran-ukuran
tertentu. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada
dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi (1) indikator ekonomi; (2) indikator
sosial. Sedangkan yang termasuk sebagai indikator ekonomi adalah GNP (GNI) per
kapita, laju pertumbuhan ekonomi, GDP per kapita dengan Purchasing Power
Parity, sedangkan yang termasuk indikator sosial adalah Human Development Index
(HDI) dan PQLI (Physical Quality Life Index) atau Indeks Mutu Hidup.
Untuk tujuan operasional dan
analitikal, kriteria utama Bank Dunia dalam mengklasifikasikan kinerja
perekonomian suatu negara adalah Gross National Income (GNI) atau Produk
Nasional Bruto (PNB) per kapita yang merupakan pendapatan nasional bruto dibagi
jumlah populasi penduduk. Bank Dunia (2003) mengklasifikasikan negara
berdasarkan tingkatan GNI per kapitanya, yaitu (1) negara berpenghasilan rendah
(low-income economies), (2) negara berpenghasilan menengah (middle-income
economies). Dalam kelompok negara berpenghasilan menengah dapat dibagi menjadi
negara berpenghasilan menengah papan bawah (lower-middle-income economies) dan
negara berpenghasilan menengah papan atas (upper-middle-income economies), (3)
negara berpenghasilan tinggi (high-income economies), (4) dunia (world)
meliputi semua negara di dunia, termasuk negara-negara yang datanya langka dan
dengan penduduk lebih dari 30.000 jiwa.