Senin, 21 Januari 2013

Indikator Pembangunan Ekonomi


Evolusi Makna Pembangunan
    Pandangan tradisional beranggapan yang membedakan antara negara maju dengan Negara Sedang Berkembang (NSB) adalah pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB dapat terpecahkan, misalkan melalui apa yang dikenal dengan “dampak merembes ke bawah” (trickle down effect). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) per kapita rill, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan penduduk. Kecenderungan di atas terlihat dari pemikiran-pemikiran awal mengenai pembangunan, seperti teori Harrod Domar, Arthur Lewis, WW Rostow, Hirschman, Rosenstein Rodan, Nurkse, Leibenstein.
Perkembangan selanjutnya, banyak NSB mulai menyadari bahwa “pertumbuhan” (growth) tidak identik dengan “pembangunan” (development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai, namun dibarengi dengan masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural.
Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan. Maka, muncul paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment).
Indikator Pembangunan
Indikator pembangunan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembangunan yang dilakukan berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi (1) indikator ekonomi; (2) indikator sosial. Sedangkan yang termasuk sebagai indikator ekonomi adalah GNP (GNI) per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, GDP per kapita dengan Purchasing Power Parity, sedangkan yang termasuk indikator sosial adalah Human Development Index (HDI) dan PQLI (Physical Quality Life Index) atau Indeks Mutu Hidup.
Untuk tujuan operasional dan analitikal, kriteria utama Bank Dunia dalam mengklasifikasikan kinerja perekonomian suatu negara adalah Gross National Income (GNI) atau Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang merupakan pendapatan nasional bruto dibagi jumlah populasi penduduk. Bank Dunia (2003) mengklasifikasikan negara berdasarkan tingkatan GNI per kapitanya, yaitu (1) negara berpenghasilan rendah (low-income economies), (2) negara berpenghasilan menengah (middle-income economies). Dalam kelompok negara berpenghasilan menengah dapat dibagi menjadi negara berpenghasilan menengah papan bawah (lower-middle-income economies) dan negara berpenghasilan menengah papan atas (upper-middle-income economies), (3) negara berpenghasilan tinggi (high-income economies), (4) dunia (world) meliputi semua negara di dunia, termasuk negara-negara yang datanya langka dan dengan penduduk lebih dari 30.000 jiwa.